Berita

Pertanian Bangkalan: Inovasi Nyata, Tantangan Teknis dan Harapan Sinergi

148
×

Pertanian Bangkalan: Inovasi Nyata, Tantangan Teknis dan Harapan Sinergi

Sebarkan artikel ini

Oleh: Abdul Latif Hidayatullah

Dalam dua tahun terakhir, arah pembangunan pertanian di Bangkalan mulai menunjukkan geliat positif. Kita tidak lagi hanya bicara soal panen, tapi juga tentang inovasi, teknologi, diversifikasi, dan penguatan ekonomi desa. Visi besar Bupati Bangkalan, Lukman Hakim, untuk menjadikan sektor pertanian sebagai salah satu pilar pembangunan daerah patut diapresiasi dan didukung.

Beberapa capaian penting bisa kita catat. Salah satunya adalah keberhasilan program tanam serentak padi dan jagung yang tidak hanya meningkatkan luas tanam, tetapi juga membangkitkan kembali semangat gotong royong antarpetani dan unsur pemerintah. Bahkan, Pemkab Bangkalan secara terbuka mencanangkan target luas panen padi 74.000 hektare tahun ini. Ini bukan angka kecil. Dengan dukungan sarana dan teknologi, capaian ini tidak mustahil direalisasikan.

Inovasi seperti “Taring Bang Jani” dan agrowisata Kebun Bang Jani di Desa Perreng, misalnya, adalah model pendekatan kreatif yang mampu menggabungkan fungsi edukatif, ekonomi, dan wisata. Teknologi tepat guna dalam persemaian, penghematan tenaga kerja, hingga peningkatan hasil panen, adalah bukti bahwa pertanian kita siap bergerak dari tradisi ke arah modernisasi. Bahkan, Dinas Pertanian sempat mendapatkan pengakuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Namun, di balik semua catatan positif tersebut, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap persoalan teknis yang menghambat percepatan transformasi pertanian. Salah satunya adalah lambatnya realisasi pengadaan alat mesin pertanian (alsintan). Dari total 60 unit hand tractor yang direncanakan, baru 47 kelompok tani yang menerimanya. Proses verifikasi berjalan lambat dan menyebabkan sebagian besar alat belum optimal digunakan pada musim tanam. Ini tentu mengecewakan.

Padahal, modernisasi pertanian hanya bisa dipercepat jika teknologi pertanian masuk ke tangan petani secara tepat waktu dan tepat guna. Jika tidak, alsintan hanya akan menjadi angka dalam laporan atau menjadi aset menganggur yang rusak sebelum digunakan. Dinas Pertanian perlu lebih tanggap, bekerja lebih gesit, dan memastikan proses distribusi alat sesuai kalender tanam. Ngabâbâ burus taretan se ngangguy sabbhen, se laok tapejjâr bâkto, bâkto tapejjâr laok. (Membawa bajak harus tahu sawahnya; kalau tidak, bukannya panen, malah jadi beban.)

Hal lain yang juga penting disorot adalah keterbatasan jumlah penyuluh pertanian. Saat ini, hanya sekitar 66 penyuluh membina lebih dari 280 desa. Beban yang sangat berat. Pemerintah daerah sudah mengusulkan penambahan kuota penyuluh, namun hingga kini belum terealisasi karena kendala anggaran. Tanpa penyuluh yang cukup, teknologi tak akan tersampaikan, data tak akan akurat, dan masalah di lapangan tak akan cepat ditangani.

Kritik ini bukan untuk menjatuhkan, melainkan sebagai panggilan bagi semua pihak—terutama dinas teknis—untuk bekerja sesuai irama visi bupati. Visi dan gagasan tanpa pelaksanaan yang presisi hanya akan menjadi retorika yang basi. Sinergi antarlembaga, penguatan kapasitas penyuluh, percepatan distribusi alsintan, serta dukungan bagi pengolahan hasil pertanian di desa harus menjadi prioritas bersama.

Petani tidak hanya butuh pupuk dan bibit, tetapi juga kepastian pasar. Karena itu, langkah Pemkab Bangkalan mendorong olahan mandiri seperti beras kemasan, olahan jagung, dan hasil hortikultura harus ditunjang dengan pelatihan wirausaha dan kemudahan akses ke pasar modern. Jika tidak, petani tetap akan bergantung pada tengkulak dan nilai tambah hanya dinikmati rantai distribusi.

Saya percaya, pondasi pertanian Bangkalan sudah diletakkan dengan benar. Tapi keberhasilan bukan ditentukan oleh niat dan program semata, melainkan oleh keberanian kita untuk mengawal implementasi di lapangan. Kita perlu pastikan bahwa seluruh langkah reformasi pertanian berjalan seiring: dari bupati, ke dinas teknis, penyuluh, hingga petani itu sendiri.

Akhirnya, saya mengajak semua pihak, terutama generasi muda desa, untuk ikut ambil bagian dalam kebangkitan sektor pertanian ini. Mari kita kawal dengan pikiran jernih, partisipasi aktif, dan semangat kolaboratif—agar pertanian Bangkalan tak hanya tangguh di laporan, tapi juga berdaya di ladang.